Minggu, 09 Agustus 2015

MAKALAH
Persalinan Kala III



Disusun oleh:

Hikmah Rahmadhani            NIM: 20130401075
Kelas IV D

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
YAYASAN LENTERA KASIH, MARO MERAUKE
2014








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kala III merupakan periode waktu dimana penyusutan volume rongga uterus setelah kelahiran bayi. Penyusutan  ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlengketan plasenta. Oleh  karena tempat perlengketan menjadi kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, sehingga plasenta menjadi berlipat, menebal, dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau kedalam vagina.

Kala III ini tidak kalah penting dengan kala I dan kala II, kelalaian dalam memimpin kala III dapat mengakibatkan kematian karena perdarahan rata-rata lama kala III berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara tempat implementasi plasenta sering pada dinding depan dan belakang korpus uteri atau dinding lateral. Sangat jarang terdapat pada fundus uteri.
( Ina Kuswanti, S.Si.T, M.KES.dkk. 2014. ASKEB II PERSALINAN. PUSTAKA BELAJAR YOGYAKARTA, hal: 119)
           
Atas dasar pemikiran tersebut, maka kami membuat makalah ini yang diharapkan para bidan dapat melakukan Manajemen Aktif Kala III dengan tepat sehingga mengurangi perdarahan postpartum, menekan angka kematian ibu, dan akhirnya dapat meningkatkan derajat hidup masyarakat.










B.     Rumusan Masalah
      Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.Apa yang dimaksud dengan Manajemen Aktif Kala III persalinan?
2.Apa saja manfaat Manajemen Aktif Kala III persalinan?
3.Bagaimana penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III persalinan?
4.Bagaimana pemeriksaan pada plasenta yang telah dilahirkan?
5.Deteksi dini komplikasi kala III:
a)      Retensio plasenta
b)      Atonia uteri
c)      Laserasi jalan lahir
d)     Sisa plasenta
e)      Gangguan pembekuan darah



C  Tujuan Penulisan
      Tujuan dibuatnya makalah ini ialah sebagai berikut:
1.Mengetahui apa yang dimaksud dengan Manajemen Aktif Kala III persalinan
2.Mengetahui apa saja manfaat Manajemen Aktif Kala III persalinan
3.Memahami bagaimana penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III persalinan
4.Mengetahui meliputi apa saja pemeriksaan pada Plasenta yang telah dilahirkan
5.Mengetahui komplikasi kala III dan penatalaksanaannya




BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Manajemen Aktif Kala III
            Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta/uri. Rata-rat lama kala III berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara. Risiko perdarahan meningkat apabila kala tiga lebih dari 30 menit, terutama antara 30-60 menit.  

B. Manfaat manajemen aktif kala III
            Tujuan Manajemen Aktif Kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif  kala III.
Manfaat Manajemen Aktif kala III:
a) Persalinan kala III yang lebih singkat
b)Mengurangi jumlah kehilangan darah
c)Mengurangi kejadian Retensio Plasenta












C.  Fisiologi Kala III
       Dalam kelahiran plasenta, didapat dua tingkat atau fase yaitu:
1.      Pelepasan plasenta
Setelah bayi lahir uterus masih mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan cavum uteri, tempat implantasi plasenta. Hal ini mengakibatkan plasenta lepas dari tempat implantasinya.
Macam-macam pelepasan plasenta:
a.       Pelepasan dimulai dari tengah (Schultze)
       Plasenta lepas mulai dari bagian tengah (sentral) yang ditandai dengan makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina, tanpa ada perdarahan pervaginam.
b.      Pelepasan dimulai dari pinggir (Duncan)
       Plasenta lepas mulai dari bagian pinggir (marginal) yang ditandai dengan adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml.
       Apabila plasenta lahir umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit dan perdarahan segera berhenti.
       a). Tanda-tanda pelepasan plasenta:
1.      Perubahan bentuk uterus
Bentuk uterus yang semula discoid menjadi globuler (bundar) akibat dari kontraksi uterus.
2.      Semburan darah tiba-tiba
Semburan darah ini disebabkan karena penyumbat retroplasenter pecah saat plasenta lepas.
3.      Tali pusat memanjang
Hal ini disebabkan karena plasenta turun ke segmen uterus yang lebih bawah atau rongga vagina.
4.      Perubahan posisi uterus
Setelah plasenta lepas dan menepati segmen bawah rahim maka uterus muncul pada rongga abdomen (uterus naik kedalam abdomen).

b). perasat untuk mengetahui plasenta lepas dari implantasinya
1. Perasat kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri menekan daerah diatas simpisis. Bila umbilicus masuk kembali kedalam vagina berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali kedalam vagina, berarti plasenta sudah lepas dari dinding uterus.
2.    Perasat strassmann
Tangan kanan merengangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila tersa getaran pada tali pusat yang diregangkan, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa getaraan, berarti plasenta sudah lepas dari dinding uterus.
3.    Perasat klein
Wanita tersebut disuruh mengejan, tali pusat tampak turun kebawah. Bila pengejanannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali kedalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.

2. Pengeluaran plasenta
          Plasenta yang sudah lepas dan menepati segmen bawah rahim,kemudian melalui servik,vagina dan di keluarkan ke intritus vagina


D. Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:
a)Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
b)Melakukan penegangan tali pusat terkendali(PTT)
c) Masase Fundus Uteri.




            Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III menurut buku Asuhan Persalinan adalah sebagai berikut:

a.Pemberian Suntukan Oksitosin

a)      Letakkan bayi baru lahir di atas kain bersih yang telah disiapkan di perut bawah ibu dan minta ibu atau pendampingnya untuk membantu memegang bayi tersebut.
b)      Pastikan tidak ada bayi lain (Undiagnosed twin) di dalam uterus.
c)      Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
d)     Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 Unit IM pada 1/3 paha bagian luar atas (aspektus lateralis).
e)      Dengan mengerjakan semua prosedur tersebut terlebih dahulu maka akan memberi cukup waktu pada bayi untuk memperoleh sejumlah darah kaya zat besi dan setelah itu (setelah 2 menit) baru dilakukan penjepitan atau pemotongan tali pusat.
f)       Serahkan bayi yang terbungkus kain pada ibu untuk inisiasi menyusu dini dan kontak kulit-kulit dengan ibu.

 b. Penegangan Tali Pusat Terkendali atau PTT (CCT/ Controled Cored Traction)

a)      Berdiri di samping ibu
b)      Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala II) pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.
c)      Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan lain (pada dinding abdomen) menekan uterus kee arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversion uteri.
d)     Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali ( sekitar 2 atau 3 menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
e)      Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat kearah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
f)       Tetapi jika langka 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya pennegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.Tetapi lakukan tindakan berikut:
1.      Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perenium pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.
2.      Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
g)      Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir).
h)      Pada saat plasenta terlihat pada  introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
i)         Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
j)        ika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.






Catatan :
1.      Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua.
2.      Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih.
3.      Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan di atas . apabila tersedia akses dan mudah menjangkau fasilitas kesehatan rujukan maka nasehati keluarga bahwa mungkin ibu perlu dirujuk apabila plasenta belum lahir setelah 30 menit bayi lahir.
4.      Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya.
5.      Jika plasenta tetap tidak lahir , rujuk segera. Tetapi apabila fasilitas kesehatan rujukan sulit dijangkau dan kemudian tibul perdarahan maka sebaiknya lakukan tindakan plasenta manual. Untuk melaksanakan hal tersebut, pastikan bahwa petugas kesehatan telah terlatih dan kompeten untuk melaksanakan tindakan atau prosedur yang diperlukan.
















c.Rangsangan Taktil (Masase) Fundus Uteri

      Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uterus:
a)      Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
b)      Jelaskan tindakan kepada ibu, katakana bahwa ibu mungkin merasa tidak nyaman karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik napas dalam dan perlahan serta rileks.
c)      Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri.
d)     Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh
e)      Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Jika uterus masih belum bisa berkontraksi dengan baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
f)       Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selam 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit pada 1 jam kedua pascapersalinan.


E. Pemeriksaan Plasenta
               Pemeriksaan plasenta meliputi:
1.   Selaput ketuban utuh atau tidak
Setelah plasenta lahir, periksa kelengkapan selaput ketuban untuk memastikan tidak ada bagian yang tertinggal didalam uterus. Caranya dengan meletakkan plasenta diatas bagian yang datar  dan pertemuan setiap tepi selaput ketuban sambil mengamati apakah ada tanda-tanda robekan dari tepi selaput ketuban.
2.   Plasenta :
a.       Ukuran plasenta
b.      Bagian maternal: jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon
c.       Bagian fetal: utuh atau tidak

3.   Tali pusat
a.       Jumlah arteri dan vena pada tali pusat, adakah arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi plasenta suksenturia.
b.      Insersi tali pusat , apakah sentral, marginal
c.       Panjang tali pusat
d.      Bentuk tali pusat (besar, kecil atau atau terpilin-pilin)

   F.Pemantauan kala III
1.   Perdarahan
Jumlah darah diukur, disertai dengan bekuan darah atau tidak.
2.   Kontraksi uterus
Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama melakukan manegemen aktif kala III (ketika PTT), sampai dengan saat setelah plasenta lahir. Pemantauan kontraksi dilanjutkan selama 1 jam berikutnya dalam kala IV.
3.   Robekan jalan lahir / laserasi, repture perineum
4.   Tanda vital
Tekanan darah bertambah tinggi dari sebelum persalinan, nadi bertambah cepat, temperatur bertambah tinggi, respirasi berlangsung normal, gastrointestinal (normal, pada awal persalinan mungkin muntah)
5.   Personal hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama di daerah genitalia sangat penting dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka robekan jalan lahir dan kemungkinan infeksi intra uterus. Pada kala III ini kondisi pasien sangat kotor akibat pengeluaran air ketuban, darah, atau fase saat proses kelahiran janin. Setelah plasenta lahir lengkap dan dipastikan tidak ada perdarahan, segera keringkan bagian bawah pasien dari air ketuban dan darah. Pasang pengalas bokong yang sekaligus berfungsi sebagai penampung darah (under pad). Jika memang dipertimbangkan, perlu untuk menampung darah yang keluar untuk kepentingan penghitungan volume darah , maka pasang bengkok di bawah bokong pasien.



G. Kebutuhan Ibu Pada Kala III
           Penatalaksanaan kala III bagi semua ibu melahirkan yaitu: pemberian oksitosin , penegangan tali pusat masase uterus setelah segera lahir agar tetap kontraksi, pemeriksaan rutin , plasenta dan selaput ketubannya: pemeriksaan rutin pada vagina dan perenium untuk mengetahui adanya laserasi dan luka; pemberian hidrasi pada ibu. Pencegahan infeksi dan menjaga prifasi.

H.Deteksi Dini Komplikasi Kala III

1.   Atonia uteri
                          Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan kontraksi otot rahim  yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi terbuka

  Penanganan khusus:
            Jika  terdapat tanda-tanda sisa plasenta, keluarkan sisakan plasenta tersebut, lakukan uji pembekuan darah sederhana, jika perdarahan terus berlanjut dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan kompresi bimanual interna;  kompresi aorta abdominalis; jika perdarahan terus berlanjut setelah dilakukan kompresi lakukan ligasi arteri uterine dan ovarika lakukan his terektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi.

2.    Retensio plasenta
            Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus  dapat terjadi retensio berulang (habitual retensio plasenta), plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta incarserata, polip plasenta, degenarasi ganas khorio karsinom.

Factor-faktor predisposisi
            Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta, plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi chorialis menembus desidua sampai miometrium bahkan sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta ) , plasenta yang sudah keluar dari dinding rahim belum keluar, di sebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau salah penanganan dalam kala III sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus







Penanganan secara umum
                 Jika plasenta terlihat dalam vagina,mintalah ibu untuk mengedan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut, pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika di perlukan lakukan kateterisasi di kandung kemih, jika plasenta belum keluar, brikan oksitosin sepuluh unit I.M. jika belum di lakukan penanganan aktif kala III. Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran plasenta
                 Jika plasenta belum di lahirkan selama 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika teraksi pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual.
                  Jika perdarahan  terus berlangsun, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya pembekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopat. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau) berikan antibiotic untuk metritis
                 Sewaktu suatu bagian dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secaraefektif, raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang di gunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar : keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar, jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah. 

3.Laserasi jalan lahir
a)    Luka Perinium
       Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perineum. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari ukuran normal, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
            Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
a)      Tingkat I :       Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
b)      Tingkat II :      Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
c)      Tingkat III :    Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
d)     Tingkat IV :    Robekan sampai mukosa rectu


Penatalaksanaan luka perenium
1.    Penjahitan Robekan Derajat I Dan II
            Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.
a)    Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.
b)   Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lidokain.
c)    Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
d)   Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
e)    Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan IV.
f)    Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau DTT
g)   Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
h)   Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan

2.Penjahitan Robekan Perineum Derajat III Dan IV
Jahit robekan diruang operasi
a)      Tinjau kembali prinsip perawatan umum
b)      Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lidokain. Gunakan blok pedendal, ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan menggunakn anastesi lokal dengan lignokain dan petidin serta diazepam melalui IV dengan perlahan ( jangan mencampurdengan spuit yang sama ) jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
c)      Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.
d)     Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
e)      Untuk melihat apakah spingter ani robek.
f)       Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT
g)      Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal, jika ada.
h)      Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan terkait.
i)        Masukan sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah mukosa vagina, kebah kulit perineum dan ke otot perinatal yang dalam.
j)        Pada akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit area robekan dengan forcep. Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit  lagi kemudian lakukan tes ulang.
k)      Jahit rektum dengan jahitan putus-putus menggunakan benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa.
l)        Jika spingter robek
1.      Pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter akan beretraksi jika robek ).
2.        Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan klem.
3.        Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
m)    Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
n)      Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan untuk memastikan penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT.
o)      Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit.

b)   Serviks Uteri
Bibir serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan saat persalinan karena perlukaan itu portio vaginalis uteri pada seorang multipara terbagi menjadi bibir depan dan belakang. Robekan serviks dapat menimbulkan perdarahan banyak khususnya bila jauh ke lateral sebab di tempat terdapat ramus desenden dari arateria uterina. Perlukaan ini dapat terjadi pada persalinan normal tapi lebih sering terjadi pada persalinan dengan tindakan – tindakan pada pembukaan persalinan belum lengkap.

 Penjahitan Robekan Serviks
a)      Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan anti septik ke vagina dan serviks
b)      Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak dibutuhkan pada sebagian besar robekan serviks. Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar
c)      Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu  mendorong serviks jadi terlihat
d)     Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu
e)      Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
f)       Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang seringkali menjadi sumber pendarahan.
g)      Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
h)      Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan karena upaya tersebut dapat mempererat pendarahan.
i)        Selanjutnya :
1.    Setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.
2.    Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan seluruh forcep.

c).  Korpus uteri
       Perlukaan yang paling berat pada waktu persalianan ialah robekan uterus. Robekan ini dapat terjadi pada waktu kehamilan atau pada waktu persalianan, namun yang paling sering terjadi ialah robekan ketika persalinan
Secara anatomi robekan uterus dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
1.      Robekan inkomplet, yakni robekan yang mengenai endometrium dan miometrium tetapi perimetrium masih utuh.
2.      Robekan komplet, yakni robekan yang mengenai endometrium, miometrium dan perimetrium sehingga terdapat hubungan langsung antara kavum uteri dan rongga perut


penatalaksanaan
Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus, dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis. Histerorofi pada ibu-ibu yang sudah mempunyai cukup anak dianjurkan untuk dilakkan pula tubektomi pada kedua tuba (primary), sedang bagi ibu-ibu yang belum mempunyai anak atau belum merasa lengkap keluarganya dianjurkan untuk orang pada persalinan berikutnya untuk dilakukan seksio sesaria primer.

4. Sisa plasenta
            Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebangian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang kerumah dan subinvolusi uterus.
            Gejala yang selalu ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengadung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Penanganan:
a)      Berika antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3x1 g oral. Dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3x500 mg oral.
b)      Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dengan kuretase.
c)      Bila kadar Hb <8 g/dL berikan transfusi dara. Bila kadar Hb >  8 g/dL, berikan sulfas ferosus 600 mg atau selama 10 hari




5.Gangguan Pembekuan Darah
Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap mengalir.

Penanganan:
Tujuan utama pengobatan adalah menghilngkan sumber material serupa tromboplastin, tetapi evalusai produk konsepsi akan mendatangkan resiko perdarahan vaginal atau bedah. Dengan alasan inilah, proses pembekuaan normal harus dipulihkan lebih dahulu sebelum melakukan persalina operatif.Bila dicurigai ada perdarahan aktif dari uterus dari persalinan operatif, harus diberikan pengobtan sebagai terjadi :
1.    Monitor tanda-tanda vital secara kontiyu termasuk pengukuran tekanan vena sentral dan mempertahankan produksi urin
2.    Berikan oksigen melalui masker
3.    Mengatasi syok dengan segera adalah penting, bila memungkinkan dengan darah lengkap segar.
4.    Pemberian faktor-faktor pembekuan : pengobatan dengan plasma beku segar lebih disukai daripada dengan preparat depot fibrinogen (pooled fibrinogen) komersial karena dapat memperkecil resiko penularan hepatitis, pengantian volume tambahan, serta tersediannya aneka macam faktor-faktor pembekuaan. Setiap liter plasma beku segar dapat diharapkan mengandung 2-3 g fibrinogen.
5.    Karena kira-kira diperlukan 2-6 g fibrinogen, bila hal tidak dapat disediakan dengan perparat tersebut (baik karena tidak tersedia atau karena masalah-masalah hipervolema) dapat dipakai fibrinogen depot komersial.
6.    Dengan demikian prosedur pengobatan seperti di atas serta melakukan pengosongan uterus, biasanya akan terjadi perbaikan spontan pembekuan darahnya, sehingga tidak diperhatikan terapi lebih lanjut.





BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
         Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Aktif Kala III adalah pemberian oksitosin segera setelah pelahiran bahu anterior, mengklem tali pusat, segera setelah pelahiran bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran plasenta.Pemeriksaan plasenta meliputi selaput ketuban, bagian plasenta dan tali pusat.

B.Saran
          Saran kami kepada institusi agar meningkatkan kualitas pendidikan kepada mahasiswa ,sehingga mahasiswa dapat memahami atau mempraktikan manajemen aktif kala III dengan baik dan benar.
          Kepada mahasiswa akademi kebidanan yaleka maro merauke,di harapkan dapat melakukan Manajemen Aktif kala III pada setiap asuhan poersalinan normal sebagai upaya percepatan penurunan angka kematian ibu di Indonesia.
          Kepada dosen diharapkan dapat mengajarkan manajemen aktif kala III dengan mempraktikan secara langsung sehingga ketika mahasiswa menangani manajemen aktif kala III dapat mengurangi terjadinya kesalahan pada manajemen kala III.








DAFTAR PUSTAKA

Ina Kuswanti, S.Si.T, M.KES.dkk. 2014. ASKEB II PERSALINAN. PUSTAKA BELAJAR YOGYAKARTA
Hj.lilik susiliawati Amd.keb.,M.kes.dkk.2009.ASUHAN KEBIDANAN II(Persalinan).Trans Info Media,Jakarta.
PRAWIROHARDJO,SARWONO.2009.ILMU KEBIDANAN.Bina pustaka.jakarta.
http://ceylibra.blogspot.com/2010/12/asuhan-kebidanan-pada-kala-iii.html

1 komentar:

  1. SEGA MIKESIS Casino - Play for Free And Win Cash
    Play at SEGA MIKESIS Casino 제왕 카지노 with Seeker Casino! Sign up for a free account 메리트 카지노 주소 and 샌즈카지노 get $10 free chip plus 50 Spins on Destiny 2, 2nd Chance,

    BalasHapus